Selasa, 20 September 2011

WALI SONGO YANG BODOH APA UMATNYA YANG SUDAH KEBLINGER ?


Ok,kita kaji dari sejarah,Media dakwah islam dulu adalah WAYANG.
Cekidot
Sejarah perkembangan Islam di Indonesia tak bisa dilepaskan dari peran Walisongo sebagai ulama penyebar ajaran Islam. Yang cukup menarik untuk disimak adalah bagaimana cara ulama yang sembilan itu mengajarkan Islam. Masyarakat semasa itu sebagian besar memeluk Hindu. Walisongo tak langsung menentang kebiasaan-kebiasaan yang sejak lama menjadi keyakinan masyarakat.
Salah satunya adalah wayang. Sebelum Islam masuk ke tanah Nusantara–khususnya di Jawa-wayang telah menemukan bentuknya. Bentuk wayang pada awalnya menyerupai relif yang bisa kita jumpai di candi-candi seperti di Prambanan maupun Borobudur. Pagelaran wayang sangat digemari masyarakat. Setiap pementasannya selalu dipenuhi penonton.
Para wali melihat wayang bisa menjadi media penyebaran Islam yang sangat bagus. Namun timbul perdebatan di antara para wali mengenai bentuk wayang yang menyerupai manusia. Setelah berembuk, akhirnya mereka menemukan kesepakatan untuk menggunakan wayang sebagai media dakwah tetapi bentuknya harus diubah.
Bentuk baru pun tercipta. Wayang dibuat dari kulit kerbau dengan wajah yang digambarkan miring, leher yang panjang, serta tangan yang dibuat memanjang sampai ke kaki. Bentuk bagian-bagian wajah juga dibuat berbeda dengan wajah manusia.
Tak hanya bentuknya, ada banyak sisipan-sisipan dalam cerita dan pemaknaan wayang yang berisi ajaran-ajaran dan pesan moral Islam. Dalam lakon Bima Suci misalnya, Bima sebagai tokoh sentralnya diceritakan menyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Esa itulah yang menciptakan dunia dan segala isinya. Tak berhenti di situ, dengan keyakinannya itu Bima mengajarkannya kepada saudaranya, Janaka. Lakon ini juga berisi ajaranajaran tentang menuntut ilmu, bersikap sabar, berlaku adil, dan bertatakrama dengan sesama manusia.
Cara dakwah yang diterapkan oleh para wali tersebut terbukti efektif. Masyarakat menerima ajaran Islam tanpa ada pertentangan maupun penolakan. Ajaran Islam tersebar hampir di seluruh tanah Jawa. Penganut Islam semakin hari semakin bertambah, termasuk para penguasa-penguasanya.
Wayang pun kian sering dipentaskan. Tak hanya pada upacara-upacara resmi kerajaan, masyarakat secara umum pun sering menggelarnya. Karena banyak ajaran moral dan kebaikan dalam setiap lakonnya, wayang tak hanya dianggap sebagai tontonan saja, tetapi juga tuntunan.
Kemudian mari kita kaji apa pendapat islam tentang Wayang
sebenarnya masih ada pertentangan antarqaa ulama maslah ini

terbagi 2 kelompok dengan pendapat berbeda

Nash Tentang Gambar

Kami akan sebutkan nash-nash yang mereka sepakati keshahihannya, antara lain:

Hadits Pertama

Dari Ibnu, dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, “Siapa yang menggambar suatu gambar dari sesuatu yang bernyawa di dunia, maka dia akan diminta untuk meniupkan ruh kepada gambarnya itu kelak di hari akhir, sedangkan dia tidak kuasa untuk meniupkannya.’” (HR Bukhari).

Hadits Kedua

Seorang laki-laki datang kepada Ibnu ‘Abbas, lalu katanya, “Sesungguhnya aku menggambar gambar-gambar ini dan aku menyukainya.” Ibnu ‘Abbas segera berkata kepada orang itu, “Mendekatlah kepadaku”. Lalu, orang itu segera mendekat kepadanya. Selanjutnya, Ibnu ‘Abbas mengulang-ulang perkataannya itu, dan orang itu mendekat kepadanya. Setelah dekat, Ibnu ‘Abbas meletakkan tangannya di atas kepala orang tersebut dan berkata, “Aku beritahukan kepadamu apa yang pernah aku dengar. Aku pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda, ‘Setiap orang yang menggambar akan dimasukkan ke neraka, dan dijadikan baginya untuk setiap gambarnya itu nyawa, lalu gambar itu akan menyiksanya di dalam neraka Jahanam.’” Ibnu ‘Abbas berkata lagi, “Bila engkau tetap hendak menggambar, maka gambarlah pohon dan apa yang tidak bernyawa.” (HR Muslim).

Kedua hadits di atas jelas sekali keshahihannya, karena diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam kitab shahihnya, dan juga oleh Al-Imam Muslim di dalam kitab shahihnya juga.

Namun di balik dari keshahihan sanadnya, para ulama berbeda pendapat tentang bagaimana memahami hukum yang terkandung di dalamnya.

Kelompok Pertama

Dengan hadits-hadits semisal dua hadits di atas, para ulama yang bergaya tekstual mengharamkan semua bentuk gambar, apa pun jenisnya, termasuk komik, ilustrasi, kartun, bahkan wayang kulit, wayang golek dan semua yang sekiranya termasuk gambar.

Bahkan di tengah mereka, berkembang kalangan yang lebih ekstrim lagi, karena mereka memasukkan gambar yang dibuat dengan kamera foto juga termasuk gambar yang diharamkan. Sehingga mereka tidak mau berfoto dan mengatakan bahwa kamera adalah benda najis yang haram, karena menghasilkan citra gambar. Dan otomatis, televisi, video player, kameravideo, tustel dan apapun yang terkait dengannya, juga haram hukumnya karena merupakan media untuk melihat gambar.

jika kita termasuk yg meyakini keharaman gambar. maka harus segera membersihkan rumah kita dari televisi dan buku-buku yang ada gambar dan photonya.

Kelompok Kedua

Sedangkan ulama lain yang lebih moderat memahami hadits ini sebagai larangan untuk membuat patung, buka sekedar gambar di atas media gambar. Gambar yang dalam bahasa arabnya disebut dengan istilah shurah, mereka pahami sebagai bentuk patung tiga dimensi. Sehingga dalam pandangan mereka, hadits ini diterjemahkan menjadi demikian, “Siapa yang membuat patung dari makhluk bernyawa di dunia ini, maka dia akan diminta untuk meniupkan ruhnya kepada patung itu di hari akhir.”

Pendapat kelompok kedua ini didasari dengan konsideran hadits di atas dengan hadits berikut ini yang berisi perintah Rasulullah SAW untuk menghacurkan patung-patung.

Dari ‘Ali ra, ia berkata, “Rasulullah Saw sedang melawat jenazah, lalu beliau berkata, ‘Siapakah di antara kamu yang mau pergi ke Madinah, maka janganlah ia membiarkan satu berhala pun kecuali dia menghancurkannya, tidak satupun kuburan kecuali dia ratakan dengan tanah, dan tidak satupun gambar kecuali dia melumurinya?’ Seorang laki-laki berkata, ‘Saya, wahai Rasulullah.’ ‘Ali berkata, “Penduduk Madinah merasa takut dan orang itu berangkat, kemudian kembali lagi. Lelaki itu berkata, ‘Wahai Rasulullah, tidak aku biarkan satu berhala pun kecuali aku hancurkan, tidak satupun kuburan kecuali aku ratakan, dan tidak satu pun gambar kecuali aku lumuri’. Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa kembali lagi membuat sesuatu dari yang demikian ini, maka berarti dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad SAW.’” (HR Ahmad dengan isnad hasan).

Sedangkan lukisan di atas kanvas, kertas, kain dan semua yang dua dimensi, tidak termasuk yang diharamkan oleh hadits ini, dalam pandangan kelompok ini.

“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada yang syubhat, manusia tidak banyak mengetahui. Siapa yang menjaga dari syubhat, maka selamatlah agama dan kehormatannya. Dan siapa yang jatuh pada syubhat, maka jatuh pada yang haram.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dan apakah Wali Songo dulu sedang bermain-main dengan wayang?
Simak berikut ini dan simpulkan .

Oleh Bambang Murtiyoso
(Dosen Institut Seni Indonesia Surakarta)

Profesor Sartono Kartodirdjo mengatakan bahwa pertunjukan wayang merupakan sarana ampuh untuk menyampaikan berbagai keperluan; seperti peribadatan, etika, estetika, dan hiburan . Keempatnya harus disampaikan secara proporsional, tidak berlebihan, dan harus seimbang. Artinya, menurut Om Suryo, bila hanya menonjolkan salah satu darinya pertanda pertunjukan wayang akan kehilangan fungsi lengkapnya. Eyang Broto menandaskan, apabila pertunjukan wayang hanya mengungkap hiburan saja, tanpa peduli pada garapan moral dan alur dramatiknya, pertanda wayang akan kehilangan rohnya, mati.

Tidak bermakna apa pun Unesco memberikan penghargaan yang tinggi terhadap pewayangan sebagai karya agung budaya nonbendawi warisan manusia (masterpiece of oral and intangible heritage of humanity) pada 21 April 2004. Perlu ada proposal susulan yang berisi pencabutan terhadap penghargaan Unesco yang tinggi itu, sebab kini pertunjukan wayang bukan lagi karya agung, tetapi berubah menjadi karya ècèk-ècèk produk dari ocok-ocok para tukang mayang yang mengusung genderang kematian. Para petinggi tingkat pusat sendiri sama sekali tidak peduli keduanya, baik terhadap penghargaan UNESCO maupun kondisi jagat wayang yang serampangan.

Jagat kelir sudah dikocok-kocok dengan guyonan tidak kreatif oleh para tukang mayang yang sama sekali tidak profesional. Jam satu dini hari adegan limbukan belum usai. Kontes campursari, ndhang-ndhutan, dan humor yang cenderung pornografis oleh para bintang tamu hampir mendominasi seluruh pertunjukan. Pukul tiga dini hari, penonton sudah kecapekan, pulang atau tidur pulas. Demikian pula seluruh kerabat kerja wayang sudah kehabisan daya. Pertunjukan wayang berlanjut tanpa memberikan suatu pengalaman batiniah apa pun.

Sebelum adzan subuh lakon berhenti, meski hanya mengumbar lihatan perang akrobatik dan dengaran guyon pornografik. Aman, protes pornografik dan pornoaksi tidak pernah menjamah jagat kelir wayang. Agaknya Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak pernah nonton wayang yang marak sekarang. Om Surya kelewat takut kalau sampai para fungsionaris MUI mengetahui betapa wayang sekarang lebih banyak madharatnya ketimbang kemaslahatannya, dapat dipastikan akan langsung memberikan fatwa bahwa PERTUNJUKAN WAYANG HARAM, meskipun sebagian besar dalang dan juga tukang mayang sudah pernah beribadah haji.

Menurut Eyang Broto, dalang sekarang sudah tidak lagi memerankan tokoh-tokoh wayang, dengan watak dan antawacananya masing-masing. Yang ditonjolkan mereka sekarang adalah menggunjingkan dunianya sendiri. Masalah yang diungkapkan dalam pertunjukan bukan lagi dramatisasi wayang, tetapi persoalan keseharian mereka sendiri. Para tukang mayang sudah kehabisan akal dalam meraih simpati penonton, sebab energinya terkuras pada adegan limbukan dan gara-gara.

Pertunjukan wayang dengan segala perabotnya bukan sesuatu yang malati , tetapi jangan coba-coba bermain-main dengan wayang. Sering terjadi peristiwa mengenaskan karena wayang diberlakukan secara serampangan. Menjadikan wayang hanya sebagai sarana hiburan dan alat propaganda politik melulu, karier seseorang dapat berakhir dengan tragis; tidak peduli seseorang itu adalah dalang, pelawak, birokrat, atau elite politik. Meskipun kemungkinan besar hanya kebetulan, dilalah saja.

Banyak contoh menunjukkan karier seseorang langsung rontok, lantaran bermain-main dengan wayang. Sarjono Lėtrė (menggunakan wayang sebagai alat propaganda PKI mati mengenaskan; pelawak kondang Sri Mulat, Gepeng juga mati pada usia muda, menggunakan wayang sebagai alat guyonan semata; Suwardi (Gubernur Jawa Tengah) ‘menguningkan’ jagat kelir wayang; Harmoko (tahun 1995 telah ‘kepleset’ pada pembukaan Festival Greget Dalang); Sunaryo gagal pada putaran pertama dalam pencalonan gubernur Jawa Timur beberapa waktu lalu; dan terakhir Ki Enthus Susmono terpaksa meringkuk di LP Slawi; mungkin masih banyak kasus yang luput dari sorotan ini.

Pancèn saiki iki lagi zaman kang cilaka mencit. Pada masa-masa lalu tidak setiap orang mendapat kesempatan untuk ngomong. Setelah kesempatan terbuka, mbludag, setiap orang berani berbicara meskipun bukan bidang atau keahliannya. Seorang pejabat, katakan bupati, yang semula tidak pernah sambung rapet, bahkan tidak mudheng pa béngkong wayang, sekarang dengan bebas berbicara perihal jagat wayang; bahkan sangat berani bermain-main dengan wayang.

Sering diselenggarakan festival dalang berbagai tingkat yang diadakan oleh PEPADI (Persatuan Dalang Indonesia) dan institusi yang lain. Sebentar lagi juga akan diselenggarakan Festival Dalang Bocah di Jakarta. Berdasarkan pengamatan Om Suryo, selama puluhan tahun, hanya dalam ajang festival semacam inilah para dalang menggarap lakon wayang secara serius; komitmen pada roh wayang, etika. Sebab, para mempertaruhkan nama daerah dan kredibilas mereka. Peserta festival mempersiapkan diri dengan sungguh-sungguh, menggali dan mengungkap bentuk-bentuk pencerahan rohaniah melalui berbagai aspek pakeliran. Para peserta yang tidak serius, sekedar bermain-main, pasti terjungkal tidak akan mendapat penghargaan apa pun. Sebab, mereka sudah terlanjur terbiasa untuk mendalang tanpa roh, tanpa jiwa, waton payu, yang penting laris.

Pandangan Om Suryo ini pasti menyakitkan bagi para dalang yang ‘sukses’ secara materiil, tetapi miskin pencerahan. Om Suryo sangat sadar bahwa akan berhadapan dengan para tukang mayang yang gemar bermain-main wayang, pasti dianggap iri hati terhadap keberhasilan keduniawian mereka. Resiko yang harus dihadapi oleh seseorang yang terlalu sering berbicara keras dan mengkritisi mereka, padahal cara ini merupakan hal yang sangat tabu bagi orang-orang terkenal, tokoh masyarakat, public vigur yang memiliki kedudukan sangat-sangat terhormat.

Om Suryo sendiri sudah hampir bosan dan patah arang mengingatkan kepada para tukang mayang yang hanya gemar bermain-main dengan wayang. Lalu, kalau orang seperti Om Suryo mutung, siapa yang lagi? Wayang yang dikatakan Ben Anderson sebagai agama orang Jawa, wahana untuk mengeseimbangkan kehidupan lahir dan batin, hanyalah berhenti pada wacana, kenyataan sekarang tidak terbukti. Kadang-kadang ada dalang yang peduli terhadap garapan moral, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan jarang mendapat panggilan pentas. Semoga generalisasi ini tidak jauh meleset.

Dan bandingkan dengan kegiatan-kegiatan lucu dibawah ini.

Penghancuran Patung, Bukti Lemahnya Intelkam 



Komhukum (Jakarta)- Aksi anarkhi yang disinyalir dilakukan oleh ormas keagamaan tertentu dengan membakar dan menghancurkan tiga patung tokoh pewayangan Semar, Kresna dan Bima yang dibangun di tiga tempat yakni pertigaan Combro, Jln. Basuki Rahmat, pertigaan Bunder dan jalan baru menimbulkan berbagai spekulasi tentang  motif di balik kejadian brutal itu dan kinerja deteksi dini dari pihak keamanan yang tidak mampu meredam aksi anarkhi massa.  
Aksi anarkhi massa di Purwakarta, Minggu (19/9)  dengan alasan untuk mengeluarkan masyarakat  dari ancaman kemusrikan harus dilihat sebagai tindakan kriminal dan tidak dapat dibenarkan secara hukum. 
Peneliti Setara Institute, Ismail Hasani kepada media menyatakan penyesalan atas aksi perusakan patung wayang dan menilai aksi itu sebagai tindakan intoleransi serta tidak mencerminkan keyakinan warga yang religius. Karena itu, menuntut perhatian khusus dari para Tokoh masyarakat dan para pihak keamanan agar tidak menganggap remeh dalam menanggapi hal-hal tersebut. Sebab menurut data yang dimiliki oleh Setara, aksi intoleransi yang terjadi di sejumlah daerah diawali oleh peristiwa sepele semacam ini yang akhirnya terakumulasi menjadi kerusuhan massal. 
“Tentu saja kami menyerukan kepada tokoh masyarakat  untuk lebih meningkatkan sikap toleransi. Kita majemuk, kita beragam. Dan tidak semua bisa dihakimi oleh massa. Toh kalau pun pembuatan patung-patung itu  dianggap melanggar ada proses-proses hukum yang seharusnya dilalui terlebih dulu. Ya makanya tokoh masyarakat sebisa mungkin mampu mendorong para warganya. Karena apa pun alasannya, perusakan merupakan tindakan kriminal dan kalau pun yang dirusak itu adalah sesuatu yang dianggap melanggar hukum juga tidak dibenarkan, karena massa bukan penegak hukum,” katanya kepada para wartawan, Minggu (19/9). 
Senada dengan hal di atas,  pengamat dan praktisi hukum, Alfons Loemau, M.Si, M.Bus, menyatakan keprihatinannya atas tindakan anarkhi massa Purwakarta yang menunjukan sikap tidak menghargai kebudayaan orang lain serta kebebasan berekspresi sesama anak bangsa. 
"Patung wayang adalah lambang kebudayaan yang harus dihargai karena itu perusakan lambang budaya tidak bisa dibenarkan," katanya kepada Komhukum.Com, Senin (19/9). 
Menurutnya, peristiwa aksi massa yang ada di Purwakarta maupun di tempat-tempat lain memperlihatkan kinerja aparat kepolisian yang tidak peka bahkan terkesan membiarkan kejadian aksi anarkis terjadi. Polisi yang diberi kekuasaan dengan berbagai atribut mulai dari pakaian, pangkat,  senjata, dan berbagai alat komunikasi serta dana operasional tidak mampu membendung aksi massa itu. 
"Kejadian aksi anarkhi massa Purwakarta telah menunjukan lemahnya  fungsi intilejen kepolisian dalam memberi early warning sebagai petunjuk sehingga dapat menghadang massa yang bertindak brutal. Bahkan aparat keamanan yang mempunyai wewenang untuk menggunakan kekuasaan dalam membendung aksi tak terpuji dari warga dan merusak stabilitas bangsa terkesan menghindar bahkan tidak mampu melaksanakan tugasnya," tandasnya. 
Dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian ini mengharapkan agar pihak keamanan lebih peka dan profesional dalam menjalankan fungsi intilejennya untuk mempelajari persoalan-persoalannya lebih dini agar bisa mengantispasi berbagai gerakan anarkhi yang mungkin bisa terjadi. Bahkan aparat keamanan dituntut untuk menggunakan wewenang kekuasaan dalam membendung kekuasaan anarkhi karena telah ditetapkan Undang-undang. 
"Aparat Keamanan bisa menggunakan senjata dalam membendung aksi anarkhi warga demi terciptanya kedamaian. Hal itu dilegitimasi dalam Undang-undang dan Prosedur Tetap Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : PROTAP/1/X/2010 tentang penanggulangan anarkhi yang salah satu poinnya menekankan bahwa apabila pelaku anarkhi dalam bentuk kelompok maka tindakan anggota Polri adalah melakukan pengawasan atas gerak-gerik pelaku dengan menggunakan dan atau tanpa peralatan," jelasnya. 
 Dengan demikian terasa ganjil jika kepolisian terlihat tidak berdaya bahkan terkesan pasif dalam menghadapi aksi anarkhi massa. Ataukah masyarakat perlu bentuk alat pengaman sendiri untuk melindungi hak-hak mereka? Ataukah jangan-jangan kepolisian terlibat dalam kepentingan organisasi massa yang anarkhi tersebut? tanya Alfons. (K-5) 
Mari tarik kesimpulan tentang masalah ini.
1.      Apakah Wali Songo adalah golongan kafir karena menggunakan Wayang sebagai media dakwah?
2.      Setelah menjawab point nomor 1,apakah yang merobohkan patung wayang itu tindakan benar atau keblinger?
3.      Jika bisa dihadirkan roh Wali Songo dan kemudian para umat-umat yang beriman yang telah merobohkan patung wayang tersebut mendengarkan,adakah kira-kira yang salah? Atau yang benar?
4.      Mengundang pendapat teman-teman,siapakah yang salah? PatungWayang,wali songo atau umat yang bangga menjalankan petunjuk Alquran?
5.      Setelah menjawab semua point diatas,Introspeksi diri.


Sumber :
-          http://blog.bukukita.com/users/imamalifmagz/?postId=6034
-     http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2832524&page=64



1 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More